Alila
Angeliana, gadis berparas ayu berusia tujuh belas tahun. Dia merupakan putri
tertua yang tinggal bersama mama, nenek, dan kedua adiknya. Sayangnya dia sekarang
menjadi anak yatim yang telah ditinggal pergi ayahnya setahun yang lalu.
Ayahnya meninggal bunuh diri karena dia tidak kuat dengan hidupnya di dunia.
Dia mengalami kebangkrutan dan menjadi pengangguran. Selain itu ia juga
mengalami tekanan karena kewajibannya yang harus menghidupi ibu serta
keluarganya. Dia putus asa menghadapi semua itu sehingga ia mengalami depresi
yang membuatnya memutuskan untuk meninggalkan dunia. Kini dia dan ibunyalah
yang harus bekerja menanggung beban kehidupan untuk mencukupi segala kebutuhan
keluarganya.
...........
New
York, kota ini mengajarkan aku untuk menjadi mandiri, mengajarkan aku untuk
memenuhi tanggung jawabku, mengajarkan aku untuk menghadapi hidup, tapi tidak
bisa mengajarkan aku untuk mencintai. Kemana waktu itu ? setiap kali aku
mengamati kota ini dari jauh, saya merasa lebih dekat dengan papa. Setiap saya
merindukannya, saya datang ke sini, Central Park. Aku Alila Angeliana dan ini
adalah kisahku .
Mamaku
Tia, setelah papa meningggal dunia tanggungjawab seluruh keluarga jatuh
padanya, tetapi ia tidak pernah membiarkan kami untuk merasakan beban
penderitaannya.
“Saya mengerti Pak Marco, tetapi
coba pahami masalah saya. Saya harus melakukan pinjaman. Restoran saya memang
menjadi pusat penghasilan saya tetapi di sekitar restoran saya juga terdapat
kompetisi sehingga restoran saya sepi pengunjung”. “Terima kasih” ucap Tia dari seberang telepon
rumahnya.
“Aku pulang” , ucap Alila sambil
menutup pintu.
“Dari mana kamu ?”, tanya Tia.
“Central Park”, jawab Alila.
“Central Park ? mengapa ?”, tanya
Tia.
“Untuk menemui seseorang”, sahut
Alila.
“Siapa ?”, tanya Tia.
“Menemui pacar. Apakah mama
menangis ?”, tanya Alila.
“Tidak !. Kamu yang menangis.”, jawab
Tia.
“Tidak, Ma!.”, jawab Alila.
Setiap
hari aku dan mama saling berbohong satu sama lain untuk menutupi masalah yang
membuat kita menangis. Saudaraku Leon cacat. Dia tidak bisa bermain basket seperti
anak-anak lain tetapi dia bisa sangat menjengkelkan seperti anak laki-laki
lain. Nenek sayang pada Leon, tetapi tidak pada Gia. Dia sangat membenci Gia.
Gia diadopsi oleh Tia, mungkin itu sebabnya nenek tidak menganggap Gia sebagai
cucunya. Tiga hal yang diinginkan oleh nenek, yaitu terus menyalahkan Tia atas
kematian anaknya yang bunuh diri, ingin aku menikah dengan orang pilihannya,
dan menginginkan mamaku meninggal. Satu hal yang tidak aku inginkan, yaitu
menikah. Hingga nenek selalu berusaha mencarikan aku seorang laki-laki dan aku
harus memilihnya.
Pagiku
dimulai dengan cara yang sama seperti setiap harinya. Mama bertengkar dengan
nenek yang diikuti dengan pemogokkan marahku dan kemudian mendengarkan obrolan
teman kampus sekaligus tetangga saya, Lana.
“Ya Tuhan, hari ini hujan. Aku
benci hujan.”, Alila mendengus kesal.
..........
Saat
ini aku duduk di bangku kelas tiga di salah satu SMA di New York. Walaupun aku
mengalami cobaan seperti ini dalam keluargaku tapi aku tak akan menyerah. Aku tak ingin menjadi seperti ayahku. Setiap
hari selain bersekolah aku juga bekerja untuk membantu mamaku. Karena aku mersa
hasil dari membuka restaurant kecil tidak akan cukup untuk membiayai kebutuhan
hidup sehari-hari. Aku membantu menjual makanan yang mama buat di sekolah. Tapi
ketika makanan itu sisa, sepulang sekolah aku pun menjualnya keliling.
Terkadang aku merasa rindu akan hidupku yang dulu. Andai ayah masih ada di
dunia ini pasti kami akan bahagia.
Aku
pun sama seperti gadis remaja yang sebaya denganku. Hanya gadis biasa yang tak
ada istimewanya sama sekali. Bahkan hinaan dari orang lain pun sering aku
dengar. Namun tak pernah aku pedulikan. Sama seperti anak sekolah yang lain aku
pun memiliki sebuah cita-cita. Keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi
nantinya setelah lulus dari SMA. Aku tak peduli di saat teman-teman
mengolok-olok aku menganggap impianku terlalu tinggi dan sangat tidak mungkin
terjadi. Aku hanya berusaha dan berdoa karena aku percaya Tuhan akan membantu
kita ketika kita mau bersungguh-sungguh dalam usaha. Itulah yang menjadi
pemahamanku sebagai motivasi diriku untuk tetap semangat dan pantang menyerah.
.............
Ferdian
Ferdinandi, dia adalah sahabatku. Tinggal sendirian di kota New York dan ia
telah membuat kemajuan dalam pekerjaannya selama tiga tahun ini. Saya telah
belajar dengan dia selama satu tahun di MBA. Dia memiliki buku harian kecil
berwarna hitam . Aku ingin tahu apa yang Ferdian tulis dalam buku hariannya
itu. Aku pernah bertanya tentang itu, tetapi dia tak memberi tahunya. Ketika
aku bertemu pertama kali dengan dia, aku tidak menyukainya sama sekali. Tapi
hari ini dia temanku, seorang teman yang sangat dekat. Pada dasarnya dia
seorang laki-laki yang baik dan aku dapat menjamin itu. Kau tahu mengapa ? Aku
lupa tentang semua masalah keluargaku ketika aku bertemu dengannya.
“Tuhan, jika engkau
mendengarkan harap bawa cahaya dalam kegelapan ini, sebuah kedamaian kecil.”,
sebuah kata yang ku ucapkan dalam doaku malam ini.
Hari ini, di kota New York cuaca
memang sedang tidak bersahabat. Dinginnya malam pun menyelimuti tubuhku.
Esoknya tiba-tiba musim berubah, tidak ada yang tahu bagaimana menyingkirkan
awan suram itu dan matahari tersenyum pada kita semua.
……….
Sementara itu, Dani Mardian datang
dalam lingkungan keluarga kami. Tetangga baru yang ikut campur tangan karena
melihat kesedihan keluarga kami. Saat itu pula, pertama kali ku melihatnya ku
merasa tak suka padanya karena sikapnya yang ikut campur. Tak hanya perubahan
dalam keluargaku, tetapi perubahan dalam lingkungan sekitar rumah kami yang
semula membosankan menjadi menyenangkan sejak kehadirannya.
“Mengapa Anda tertawa? Saya tidak
percaya ini lucu.” , Alila mendengus kesal.
“Normal orang menemukan situasi
lucu seperti ini. Apakah Anda mencoba untuk mengatakan bahwa aku tidak
normal?”, jawab Dani.
“ Menurut saya anda memang tidak
normal. Sejak pagi Anda telah bersikap seperti kamu sudah mengenal kami selama
bertahun-tahun. Apa yang terjadi ? Ada masalah ?”, Alila pun kembali bertanya.
“Masalah ? Ya, mengapa kamu merasa
bahwa beban seluruh dunia ada di bahu kamu. Siapakah kamu ? Apa gunanya berdoa
kepada Tuhan bila kamu tidak tahu bagaimana menghargai kehidupan yang telah
diberikan.”, jawab Dani tak mau kalah.
“Apa yang kamu ketahui tentang
kehidupan saya ?.”, ucap Alila.
“Tidak banyak, tapi cukup untuk
mengatakan bahwa di mata kamu mungkin kamu tidak mempunyai banyak. Tetapi
lihatlah hidup kamu melalui mata orang lain dan kamu akan tahu bahwa kamu
memiliki banyak kehidupan. Aku akan mengajarkan kamu untuk tersenyum, tapi oh
Tuhan, kamu sangat sulit tersenyum dan kamu perlu untuk berlatih agar senyum
itu dapat kembali.”, kata Dani.
“Lupakan. Aku minta maaf aku tidak
bisa.”, jawab Alila yang kemudian sembari meninggalkan Dani.
Aku terus berpikir
sepanjang malam. Apakah aku benar-benar lupa cara untuk tersenyum ?.
……….
Malam
itu, dimana Alila, Dani, dan Ferdian keluar bersama dan Dani menggandeng mereka
berdua. Tiba-tiba Alila sedih, dia teringat saat papanya menggandeng tangannya
setiap pergi ke sekolah dulu seperti yang dilakukan Dani saat ini.
“Aku sangat rindu papa. Aku tidak
tahu mengapa dia meninggalkan kami dan pergi. Aku merindukannya”, ucap Alila
sedih.
“Dengar Alila, kamu tidak terlihat
manis ketika kamu menangis. Kau tampak baik saat marah. Setiap kamu merindukan
papamu, pikirkan aku maka kau akan marah. Aku benar-benar seperti kamu. Hariku
tak lengkap sampai aku bisa bertemu dengan ayahku.”, kata Ferdian sembari
menghibur Alila yang menangis tiba-tiba karena merindukan papanya.
Alila melepaskan
pegangan tangannya dari Dani dan menggandeng tangan Ferdian sembari berjalan
pulang meninggalkan Dani yang tertinggal di belakang. Tetapi saat itu juga,
Dani merasa bahagia bisa melihat sekilas senyum di bibir Alila malam itu.
……….
“Kamu?.”, kata Alila.
“Kamu?. Apa yang kamu lakukan di
sini?. Kemanapun aku pergi kamu mengikuti aku. Tolong tinggalkan aku sendiri.
Alila, maaf aku hanya bercanda. Dengar, Aku ingin mengatakan sesuatu kepada
kamu.”, kata Dani.
“Aku tidak ingin mendengarkan
apapun.”, jawab Alila ketus.
“Kemarin malam, untuk pertama
kalinya aku merasa bahwa kamu seperti semua gadis-gadis yang lain. Tapi untuk
beberapa alasan, kamu ingin menyembunyikan gadis yang ada dalam dirimu. Satu
hal lagi, dimanapun dia, papa kamu memandangi kamu, kamu marah, kamu sedih, dia
mengawasi semua dan mungkin dia juga menangis dengan kamu. Sekarang kamu tidak
bisa menghapus air matanya dari sini, namun kamu dapat menghentikan itu dengan
tersenyum dan tertawa. Dengan lesung pipi yang kamu punya.”, ucap Dani.
Sihir
Dani telah tersebar di seluruh penjuru keluargaku. Mereka semua mulai menyayangi
Dani. Apakah Dani adalah malaikat yang di kirim Tuhan pada keluarga kami ?
Seperti yang mama bilang pada Leon dan Gia. Entahlah, namun bagiku, aku mulai
tersenyum. Aku telah belajar untuk tersenyum yang menurutku itu menakutkan.
Begitu banyak kebahagiaan dan bagaimanapun kesedihan itu hanyalah sebuah
tikungan.
..........
Suatu
hari ketika aku pulang sekolah, aku melihat seorang nenek jatuh terserempet
mobil. Aku pun berlari berusaha menolongnya. Sambil berteriak sekuat tenaga
meminta pertolongan orang sekitar, aku berusaha menyadarkan nenek yang pingsan
itu. Aku ikut mengantarkan nenek itu yang di bawa oleh ambulan. Aku merasa
kasian perempuan setua dia harus berjalan sendirian. Tak kuasa aku membayangkan
bila orang yang terserempet itu adalah nenekku sendiri.
Sesampainya
di rumah sakit terdekat, nenek itu langsung di bawa ke ruang ICU untuk
ditangani oleh dokter dan aku hanya bisa diam sembari mendoakan nenek itu agar
tidak terjadi apa-apa padanya. Tak lama kemudian ada seorang pria berusia
sekitar empat puluhan yang tiba-tiba datang menghampiriku. Aku pun terkejut dan
terbangun dari lamunanku mendengar suara pria itu menyapa diriku. Sepertinya
dia juga sedikit terkejut melihatku masih memakai seragam yang berlumur darah
sembari membawa sisa jualanku sepulang sekolah tadi.
“Hai nak, saya Pak Aryan putra dari nenek yang kamu
tolong tadi siang. Dia ibuku.”, ucap Pak Aryan sembari mengulurkan tangannya.
“Saya Alila, Pak. Syukur Bapak segera datang.”, sahut
Alila dengan membalas jabat tangan dari Pak Aryan.
“Terima kasih, Nak, kamu sudah mau menolong ibu saya.
Maafkan saya karena saya terlalu sibuk bekerja di kantor sehingga saya kurang
memperhatikan ibu saya. Saya tidak tahu kalau siang tadi dia keluar rumah
sendirian.”, lanjut Pak Aryan.
“Tidak apa-apa, Pak, saya senang bisa menolong ibu
Bapak.” Jawab Alila.
Pak Aryan mengajak Alila untuk makan siang sembari
meneruskan perbincangan mereka. Pak Aryan penasaran dengan Alila dan ingin
mengetahui siapa Alila sebenarnya. Dia ingin melakukan sesuatu sebagai rasa
terima kasih untuk Alila yang telah menyelamatkan nyawa ibunya. Setelah lama
berbincang, akhirnya Pak Aryan mengetahui siapa Alila sebenarnya. Alila telah
bercerita banyak tentang keluarganya, kehidupannya, sekolahnya, dan
cita-citanya. Mendengar cerita Alila, Par Aryan merasa iba. Ia ingin sekali
menolong meringankan beban Alila. Dia ingin mewujudkan cita-cita Alila sebagai
balas budi kebaikan anak tersebut.
“Alila, kamu adalah anak yang sangat baik. Wujudkan
cita-citamu biar saya yang membiayai seluruh keperluan masa depanmu. Jadilah
anak yang sukses mulia dengan akhlak baikmu.”, kata Pak Aryan.
............
Restoran
Tia mulai mengalami kemunduran. Hampir setiap hari tempat itu sepi pengunjung.
Dua bulan ke depan mereka harus meninggalkan kota ini karena tagihan hutang
yang belum sempat di bayar. Saat itu juga Dani berada di restoran mereka. Ia
mendengarkan keluhan Tia dan ia mulai berfikir. Mencoba membantu menghidupkan
kembali keuangan mereka. Akhirnya Dani pun menjelaskan maksud rencananya. Ia
mendorong keluarga Alila untuk mencoba merubah menu makanan yang mereka sajikan
dimana menu yang akan dipilih adalah menu tradisional negara asal yang tidak
ada di New York. Mereka pun setuju dan menu tersebut diganti dengan menu negara
asal mereka, yaitu menu masakan Indonesia. Satu per satu pengunjung pun mulai
berdatangan untuk mencoba makanan di restoran itu. Akhirnya usaha mereka
berhasil. Berkat bantuan Dani dan kerja sama keluarga Alila, restoran tersebut
dapat bertahan. Kini hidup mereka berangsur-angsur semakin baik.
...............
Setelah
menempuh ujian sekolah di kelas 3 SMA, akhirnya dia dapat mewujudkan cita-citanya
untuk meneruskan belajarnya di perguruan tinggi terkemuka di New York tanpa
biaya. Dia berhasil mendapatkan nilai tertinggi di sekolahnya dan sekarang dia
telah duduk di bangku kuliah jurusan Chemical Engineering. Hidupnya dan kondisi
perekonomian keluarganya kini berangsur membaik. Alila dapat mewujudkan
cita-citanya berkat usaha kerasnya. Bekerja, belajar, berdoa, dan menolong
orang lain adalah kunci keberhasilannya. Dia berterima kasih kepada kedua
sahabatnya Ferdian dan Dani karena mereka telah membantu Alila dan ibunya
selama ini. Alila juga berharap ayahnya akan tersenyum bahagia melihat dia yang
kini berhasil mewujudkan cita-citanya. Dia tidak akan berhenti berusaha dan
akan terus berusaha untuk mewujudkan impian Alila lainnya.
***